Sabtu, 19 Desember 2015

JOB ENRICHMENT

Pengertian Job Enrichment

        Dapat digambarkan sebagai media manajemen yang dapat memotivasi karyawan diri didorong dengan memberikan mereka tanggung jawab tambahan yang biasanya disediakan untuk karyawan tingkat yang lebih tinggi. Dengan melakukan ini, karyawan merasa seperti pekerjaan mereka memiliki arti dan penting untuk perusahaan.

          Teori ini didasarkan pada perumpamaan bahwa karyawan memiliki kecenderungan alami untuk ingin berhasil dan sangat ingin bisa dipercaya dengan peran yang lebih besar dalam perusahaan. Ketika dalam pekerjaan tidak ditantang, mereka cenderung mengendur dan tidak memberikan upaya terbaik mereka karena mereka melihat tugas mereka berada di bawah keahlian mereka. 

     Sebaliknya ketika seorang karyawan diberikan otonomi lebih atas pekerjaannya, mereka cenderung merasa bertanggung jawab atas hasil dari proyek dan akan mencoba untuk mengedepankan hasil akhir terbaik. Secara keseluruhan Peningkatan Pekerjaan adalah penting untuk tempat kerja karena membantu mencegah perasaan repetitiveness dalam operasi sehari-hari dari menghambat produktivitas.

Ada 5 core job characteristic yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 

1. Task identity
Para karwayan menyelesaikan tugasnya masing-masing dari mulai sampai selesainya suatu tugas dengan mengedintifikasi hasilnya.
2. Task significance
Karakteristik suatu tugas ditentukan oleh bagaimana pengaruh pekerjaannya karyawan terhadap faktor luar organisasi
3. Skill variety
Kondisi dimana para karyawan mampu melaksanakan sejumlah tugas yang bekerja dengan menggunakan keterampilan yang berbeda, kemampuan, bakat.
4. Autonomy
Keadaan di mana para karyawan melakukan pengawasan pada pekerjaannya. Hal ini akan memberikan kebebasan karyawan menentukan sendiri jadwal pekerjaan, skala perioritas, dan prosedur penyelesaian tugas.
5. Feedback
Suatu kondisi di mana tugas memberikan informasi kepada karyawan yang terkait dengan kinerja dan hasil pekerjaan.


  Langkah-Langkah dalam Redesign Pekerjaan Untuk Job Enrichment
®Menggabungkan beberapa pekerjaan menjadi satu;
Menjadi lebih besar
Lebih bervariasi
Kecakapan lebih luas
®Memberikan modul kerja untuk setiap pekerja
®Memberikan kesempatan pada setiap pekerja untuk dapat bertanggung jawab;
Kesempatan mengatur prosedur kerja sendiri
®Memberikan kesempatan pekerja menghubungi kliennya sendiri secara langsung;
Orang – orang yang berhubungan dengan pelaksanaan kerjanya.
®Menciptakan sarana – sarana umpan balik;
Pekerja dapat memonitor koreksi diri.

  

Pertimbangan-Pertimbangan Dalam Job Enrichment

A.    Jika pekerjaan terspesialisir dan sederhana dirancang kembali untuk memotivasi secara intrinsik pada pekerja, maka kualitas pelaksanaan kerja pekerja akan meningkat.

B.     Absensi – absensi dan perpindahan kerja akan berkurang.

C.     Dimensi inti yang berkaitan dengan motivasi intrinsik & lapangan kerja ( Hackman dan Oldham ), yaitu:
a.       Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.
b.      Jati diri tugas (task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
c.       Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan)
D.      Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
E.       Umpan balik (feed back)
Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian‑bagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barang‑barang yang dijual, pelayanan, dll. 
Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.



REFERENSI :


  1. P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
  2. Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
  3. Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta :Balai Pustaka.
  4. Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
  5. https://en.wikipedia.org/wiki/Job_enrichment
  6. http://www.strategichumaninsights.com/wp-content/uploads/166159991.jpg
  7. http://sunethz.blogspot.co.id/2009/09/job-design.html
  8. http://raisamatarinursila.blogspot.co.id/2014/12/psikologi-manajemen-tugas-11-job.htm





Sabtu, 05 Desember 2015

TEORI HIRARKI KEBUTUHAN MASLOW

Abraham Maslow



   Konsep hierarki kebutuhan dasar ini bermula ketika Maslow melakukan observasi terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya, didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang lain. Contohnya jika individu merasa haus, maka individu akan cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga. Individu dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu. Tetapi tanpa air, individu hanya dapat hidup selama beberapa hari saja karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan makan.

   Kebutuhan-kebutuhan ini sering disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan dasar yang digambarkan sebagai sebuah hierarki atau tangga yang menggambarkan tingkat kebutuhan. Terdapat lima tingkat kebutuhan dasar, yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri Maslow memberi hipotesis bahwa setelah individu memuaskan kebutuhan pada tingkat paling bawah, individu akan memuaskan kebutuhan pada tingkat yang berikutnya. Jika pada tingkat tertinggi tetapi kebutuhan dasar tidak terpuaskan, maka individu dapat kembali pada tingkat kebutuhan yang sebelumnya. Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) dan motivasi perkembangan (growth motivation). Motivasi kekurangan bertujuan untuk mengatasi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada. Sedangkan motivasi pertumbuhan didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang Kapasitas tersebut merupakan pembawaan dari setiap manusia.

Hierarki Kebutuhan Maslow

  Kebutuhan Fisiologis
   Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigenKebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya. Manusia yang lapar akan selalu termotivasi untuk makan, bukan untuk mencari teman atau dihargai.


  Kebutuhan Akan Rasa Aman
   Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncullah apa yang disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam.

            Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang
   Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan untuk bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta.

Kebutuhan Akan Penghargaan
   Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, manusia akan bebas untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan. Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi.



Referensi :

  1. Indonesia)Feist, Jess; Gregory J. Feist (2010). Teori Kepribadian : Theories of Personality. Salemba Humanika. p. 331. 
  2. Rahmat Hidayat, Deden (2011). Zaenudin A. Naufal, ed. Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Ghalia Indonesia. pp. 165–166. 
  3. Wikipedia Indonesia