Terdapat lima teknik dasar dalam terapi Psikoanalisis, yaitu :
1. Asosiasi Bebas
Teknik
utama terapi psikoanalitik adalah asosiasi bebas. Disini klien diminta
melaporkan segera tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala
perasaan dan pikirannya. Klien diminta untuk mengatakan segala sesuatu yang
muncul dalam kesadarannya, seperti pikiran, harapan, dan lain-lain, walaupun
kelihatannya hal-hal tersebut tidak penting, tidak logis, menyakitkan, ataupun
menggelikan. Freud memikirkan bahwa asosiasi bebas ini ditentukan oleh suatu
sebab, bukan hal yang acak. Tugas analislah untuk melacak asosiasi ini sampai
kesumbernya dan mengidentifikasi suatu pola sebenarnya yang tadinya hanya
terlihat sebagai rangkaian kata yang tidak pasti. Terlepasnya emosi yang kuat,
yang selama ini ditekan pada situasi terapeutik inipun kemudian disebut sebagai
katarsis.
Cara
yang khas ialah klien berbaring diatas balai-balai sementara analisis duduk
dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat
asosiasi-asosiasinya mengalir bebas. Asosiasi bebas adalah suatu metode
pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau, yang dikenal dengan
sebutan katarsis. Hal ini dilakukan guna membantu klien dalam memperoleh
pemahaman dan evaluasi diri yang lebih objektif, analis menafsirkan makna-makna
utama dari asosiasi bebas ini.
2. Interpretasi atau Penafsiran
Interpretasi adalah
prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis mimpi,
analisis resistensi dan analisis transparansi. Caranya adalah dengan
tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien
makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas,
resistensi, dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah
membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses menyadarkan
hal-hal yang tersembunyi atau proses pengungkapan alam bawah sadar
secara lebih lanjut.
Penafsiran yang
diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya
alam bawah sadar pada diri klien. Analis harus benar-benar menyadari
mekanisme-mekanisme dan berbagai dorongan untuk mempertahankan dirinya sebab
kalau tidak dia akan jatuh ke dalam perangkap penafsiran terhadap berbagai
perasaan dan pikiran dinamik pasien menurut sederet pengalaman dan masalah
hidup analis sendiri. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia
harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk
membicarakan penafsirannya kepada pasien.
3. Analisis Mimpi
Analisis
mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak
disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang
tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai “jalan mengistimewa
menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan,
dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari, diungkapkan.
Analisa
terhadap mimpi ini biasanya dilandasi oleh konsep psikoseksual, serta termuat
isu gender. Contohnya adalah mimpi mengenai sebuah pohon dapat
diinterpretasikan sebagai keinginan untuk mengekspresikan dorongan seksual
apabila diimipikan oleh laki-laki, atau representasi dari keinginan untuk
memiliki superioritas laki-laki bila dimimpikan oleh perempuan. Dalam hal ini,
pohon dipandang sebagai representasi dari alat kelamin laki-laki.
4. Analisis dan interpretasi
resistensi
Resistensi
adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan
bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien
dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan
pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika
tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang
tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas
dorongan atau perasaan yang direpres tersebut.
Analisis dan penafsiran resistensi, ditujukan
untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi
sehingga dia bisa menanganinya, terapis meminta klien menafsirkan resistensi.
Tujuannya adalah mencegah material-material mengancam yang akan memasuki
kesadaran klien, dengan cara mencegah klien mengungkapkan hal-hal yang tidak
disadarinya.
5. Analisis dan interpretasi
transferensi
Transferensi
adalah pengalihan sikap, perasaan dan khayalan pasien. Transferensi muncul
dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan
klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia
mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada
ibunya atau ayahnya ataupun siapapun. Transferensi berarti proses pemindahan
emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien
kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang
diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan
kasih sayang pengganti.
Transferensi
dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki
ketidaksadaran pasien karena alat ini mendorong klien untuk menghidupkan
kembali berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya.
Teknik analisis transferensi dilakukan agar klien mampu mengembangkan
tranferensinya guna mengungkap kecemasan-kecemasan yang dialami pada masa
lalunya (masa anak-anak), sehingga terapis punya kesempatan untuk
menginterpretasi tranferen. Dan pada teknik ini terapis menggunakan sifat-sifat
netral, objektif, anonim, dan pasif serta tidak memberikan saran.
Transferensi
pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional)
pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif.
- Positif: saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis.
- Negatif: saat kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.
Terapi
psikoanalisa ini dapat dihentikan atau dianggap selesai saat klien mengerti
akan kenyataan yang sesungguhnya, alasan mengapa mereka melakukan perilaku
abnormal, dan menyadari bahwa perilaku tersebut tidak seharusnya mereka
lakukan, lalu mereka sadar untuk menghentikan perilaku itu. Terapi psikoanalisa
bertujuan untuk mengubah kesadaran individu, sehingga segala sumber
permasalahan yang ada didalam diri individu yang semulanya tidak sadar menjadi
sadar, mengatasi tahap-tahap perkembangan tidak terpecahkan, membantu klien
menyesuaikan dan mengatasi masalahnya, rekonstruksi kepribadian serta
meningkatkan kontrol ego sehingga dapat menghadapi kehidupan yang realita, dan
mengubah perilaku klien menjadi lebih positif.
Terapi
psikoanalisa ini lebih efektif digunakan untuk mengetahui masalah pada diri
klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu pengalaman-pengalaman masa
lalu pada diri klien. Apalagi terapi ini memiliki dasar teori yang kuat. Terapi
ini bisa membuat klien mengetahui masalah apa yang selama ini tidak
disadarinya. Namun terapi ini tetap memiliki kekurangan seperti diperlukan
waktu yang panjang dalam melaksanakan terapi, memakan biaya yang banyak, dan
memungkinkan klien menjadi jenuh saat terapi.
Teknik terapi yang paling menarik adalah Analisis dan interpretasi transferensi dikarenakan melalu proses dimana klien meceritakan bagaimana masa lalunya. Jadi secara alamiah klien akan mengungkapkan bagaimana kloronologis asal mula permasalahan muncul. Terapis pun akan menjadi lebih intens dalam proses penyembuhannya. Konselor akan belajar bagaimana lebih memahami klien dan belajar bagaimana cara menykapi jika klien menunjukan ketidaksediaannya untuk mengungkapkan masa lalu.
·
Gerald, Corey. (2005). Theory
and Practice of Counseling and Psychoterapy.Thompson
learning: USA.
·
Palmer, Stephen. (2011). Konseling
Psikoterapi diterjemahkan dariIntroduction to Counselling and
Psychotherapy. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
·
D.Gunarsa, Prof.DR.Singgih. (1992). Konseling
dan Psikoterapi. Gunung Mulia: Jakarta.