Sabtu, 19 Desember 2015

JOB ENRICHMENT

Pengertian Job Enrichment

        Dapat digambarkan sebagai media manajemen yang dapat memotivasi karyawan diri didorong dengan memberikan mereka tanggung jawab tambahan yang biasanya disediakan untuk karyawan tingkat yang lebih tinggi. Dengan melakukan ini, karyawan merasa seperti pekerjaan mereka memiliki arti dan penting untuk perusahaan.

          Teori ini didasarkan pada perumpamaan bahwa karyawan memiliki kecenderungan alami untuk ingin berhasil dan sangat ingin bisa dipercaya dengan peran yang lebih besar dalam perusahaan. Ketika dalam pekerjaan tidak ditantang, mereka cenderung mengendur dan tidak memberikan upaya terbaik mereka karena mereka melihat tugas mereka berada di bawah keahlian mereka. 

     Sebaliknya ketika seorang karyawan diberikan otonomi lebih atas pekerjaannya, mereka cenderung merasa bertanggung jawab atas hasil dari proyek dan akan mencoba untuk mengedepankan hasil akhir terbaik. Secara keseluruhan Peningkatan Pekerjaan adalah penting untuk tempat kerja karena membantu mencegah perasaan repetitiveness dalam operasi sehari-hari dari menghambat produktivitas.

Ada 5 core job characteristic yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 

1. Task identity
Para karwayan menyelesaikan tugasnya masing-masing dari mulai sampai selesainya suatu tugas dengan mengedintifikasi hasilnya.
2. Task significance
Karakteristik suatu tugas ditentukan oleh bagaimana pengaruh pekerjaannya karyawan terhadap faktor luar organisasi
3. Skill variety
Kondisi dimana para karyawan mampu melaksanakan sejumlah tugas yang bekerja dengan menggunakan keterampilan yang berbeda, kemampuan, bakat.
4. Autonomy
Keadaan di mana para karyawan melakukan pengawasan pada pekerjaannya. Hal ini akan memberikan kebebasan karyawan menentukan sendiri jadwal pekerjaan, skala perioritas, dan prosedur penyelesaian tugas.
5. Feedback
Suatu kondisi di mana tugas memberikan informasi kepada karyawan yang terkait dengan kinerja dan hasil pekerjaan.


  Langkah-Langkah dalam Redesign Pekerjaan Untuk Job Enrichment
®Menggabungkan beberapa pekerjaan menjadi satu;
Menjadi lebih besar
Lebih bervariasi
Kecakapan lebih luas
®Memberikan modul kerja untuk setiap pekerja
®Memberikan kesempatan pada setiap pekerja untuk dapat bertanggung jawab;
Kesempatan mengatur prosedur kerja sendiri
®Memberikan kesempatan pekerja menghubungi kliennya sendiri secara langsung;
Orang – orang yang berhubungan dengan pelaksanaan kerjanya.
®Menciptakan sarana – sarana umpan balik;
Pekerja dapat memonitor koreksi diri.

  

Pertimbangan-Pertimbangan Dalam Job Enrichment

A.    Jika pekerjaan terspesialisir dan sederhana dirancang kembali untuk memotivasi secara intrinsik pada pekerja, maka kualitas pelaksanaan kerja pekerja akan meningkat.

B.     Absensi – absensi dan perpindahan kerja akan berkurang.

C.     Dimensi inti yang berkaitan dengan motivasi intrinsik & lapangan kerja ( Hackman dan Oldham ), yaitu:
a.       Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.
b.      Jati diri tugas (task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
c.       Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan)
D.      Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
E.       Umpan balik (feed back)
Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian‑bagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barang‑barang yang dijual, pelayanan, dll. 
Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.



REFERENSI :


  1. P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
  2. Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
  3. Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta :Balai Pustaka.
  4. Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
  5. https://en.wikipedia.org/wiki/Job_enrichment
  6. http://www.strategichumaninsights.com/wp-content/uploads/166159991.jpg
  7. http://sunethz.blogspot.co.id/2009/09/job-design.html
  8. http://raisamatarinursila.blogspot.co.id/2014/12/psikologi-manajemen-tugas-11-job.htm





Sabtu, 05 Desember 2015

TEORI HIRARKI KEBUTUHAN MASLOW

Abraham Maslow



   Konsep hierarki kebutuhan dasar ini bermula ketika Maslow melakukan observasi terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya, didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang lain. Contohnya jika individu merasa haus, maka individu akan cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga. Individu dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu. Tetapi tanpa air, individu hanya dapat hidup selama beberapa hari saja karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan makan.

   Kebutuhan-kebutuhan ini sering disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan dasar yang digambarkan sebagai sebuah hierarki atau tangga yang menggambarkan tingkat kebutuhan. Terdapat lima tingkat kebutuhan dasar, yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri Maslow memberi hipotesis bahwa setelah individu memuaskan kebutuhan pada tingkat paling bawah, individu akan memuaskan kebutuhan pada tingkat yang berikutnya. Jika pada tingkat tertinggi tetapi kebutuhan dasar tidak terpuaskan, maka individu dapat kembali pada tingkat kebutuhan yang sebelumnya. Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) dan motivasi perkembangan (growth motivation). Motivasi kekurangan bertujuan untuk mengatasi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada. Sedangkan motivasi pertumbuhan didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang Kapasitas tersebut merupakan pembawaan dari setiap manusia.

Hierarki Kebutuhan Maslow

  Kebutuhan Fisiologis
   Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigenKebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya. Manusia yang lapar akan selalu termotivasi untuk makan, bukan untuk mencari teman atau dihargai.


  Kebutuhan Akan Rasa Aman
   Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncullah apa yang disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam.

            Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang
   Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan untuk bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta.

Kebutuhan Akan Penghargaan
   Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, manusia akan bebas untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan. Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi.



Referensi :

  1. Indonesia)Feist, Jess; Gregory J. Feist (2010). Teori Kepribadian : Theories of Personality. Salemba Humanika. p. 331. 
  2. Rahmat Hidayat, Deden (2011). Zaenudin A. Naufal, ed. Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Ghalia Indonesia. pp. 165–166. 
  3. Wikipedia Indonesia

Jumat, 27 November 2015

TEORI HARAPAN DAN TEORI TUJUAN

Teori Harapan dan implikasi praktisnya

   Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik  (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229).
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165).

   Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjadi malas.
Nadler dan Lawler (1976) atas teori harapan menyarankan beberapa cara tertentu yang memungkinkan manejer dan organisasi menangani urusan mereka untuk memperoleh motivasi maksimal dari pegawai:
a.    Pastikan jenis hasil atau ganjaran yang mempunyai nilai bagi pegawai
b.    Definisikan secara cermat, dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur, apa yang dinginkan dari pegawai
c.    Pastikan bahwa hasil tersebut dapat dicapai oleh pegawai
d.   Kaitkan hasil yang dinginkan dengan tingkat kinerja yang di inginkan
e.    Pastikan bahwa ganjaran cukup besar untuk memotivasi perilaku yang penting
f.     Orang berkinerja tinggi harus menerima lebih banyak ganjaran yang diinginkan daripada orang yang berkinerja rendah.

Teori harapan ini didasarkan atas:

a.    Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
b.    Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.
                c.    Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
Contoh kasus :
A berusaha menjadi karyawan yang baik saat bekerja. Segala upaya untuk memenuhi kriteria seorang karyawan baik ia lakukan. A datang pagi buta disaat karyawan lain belum tiba dan pulang lebih sore. A selalu mengerjakan pekerjaan yang diberikan oleh atasan dikerjakan dengan baik hanya melakukan sedikit kesalahan. Semua A lakukan atas dasar imbalan A mendapat jabatan tinggi di tempat ia bekerja. A bercita-cita untuk upgrade jabatannya.

Teori Tujuan dan implikasi praktisnya

   Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
a.    Dia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
b.    Dia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
c.    Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
d.   Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh

Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting(penetapan tujuan).


Contoh kasus : B bekerja keras mencari uang karena tahun depan ia akan menikahi kekasihnya. B bekerja tidak hanya di satu tempat saja, bekerja part time juga ia kerjakan. Setelah melamar dan menentukan hari pernikahan B semakin giat bekerja. B mengerjakan pekerjaannya dengan baik untuk mendapatkan gaji yang lebih besar supaya biaya pernikahannya dapat terpenuhi. Tujuan nikah B sangat jelas sehingga memicunya untuk bekerja lebih giat lagi.

SUMBER :
Leavitt, J.H., 1992 Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi, M., Jakarta: Penerbit Erlangga 
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
http://mepianoandpsychology.blogspot.co.id/2013/12/tugas-psikologi-manajemen.html 

Kamis, 19 November 2015

M O T I V A S I

Motivasi menurut Wikipedia adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan.

Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya; hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-cita; penghargaan dan penghormatan. Motivasi adalah sesuatu apa yang membuat seseorang bertindak (Sargent, dikutip oleh Howard, 1999) menyatakan bahwa motivasi merupakan dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang dihadapinya (Siagian, 2004).


Motivasi menjadi suatu kekuatan, tenaga atau daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari (Makmun, 2003). Motivasi seseorang dapat ditimbulkan dan tumbuh berkembang melalui dirinya sendiri-intrinsik dan dari lingkungan-ekstrinsik (Elliot et al., 2000; Sue Howard, 1999). Motivasi intrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak tanpa adanya rangsangan dari luar (Elliott, 2000). Motivasi intrinsik akan lebih menguntungkan dan memberikan keajegan dalam belajar. Motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang datang dari luar individu dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut (Sue Howard, 1999). Elliott et al. (2000), mencontohkannya dengan nilai, hadiah, dan/atau penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi seseorang.

Pengertian Teori Drive

Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. 

Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
  1. Suatu keadaan yang mendorong
  2. Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
  3. Pencapaian tujuan yang memadai
  4. Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
  5. Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.

Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda

Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan jawaban –jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Pengukuran dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang didinginkan ) atau negatif ( menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang didinginkan telah diberikan ), tetapi organisme harus membuat antara akasi atau tindakannya dengan sebab akibat.
Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:
1. Menentukan apa jawaban yang diinginkan
2. Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3. Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi
4. Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.
5. Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.

SUMBER :
SUMBER :
Surakhmad, Winarno.1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito
Badudu-Zain. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
            Budiarjo, Miriam. (2002). Dasar- Dasar Ilmu  Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ramlan Surbakti. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.

Modern Choice Approach to Participation



 Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.

Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :


· AI (Autocratic) : Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada.

· AII (Autocratic) : Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral

· CI (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral

· CII (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral

· GII (Group Decision) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.

Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973):

  1. Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
  2. Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
  3. Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
  4. Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
  5. Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
  6. Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
  7. Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.

 Teori kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler

Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik.

Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.

Asumsi dasar adalah bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk mengubah gaya kepemimpinan yang telah membuat ia berhasil, penekanan pada efektifitas dari suatu kelimpok, efektivitas suatu organisasi tegantung pada (is contingent upon), dua variable yang saling berinteraksi yaitu: 1) system motivasi dari pemimpin, 2) tingkat atau keadaan yang menyenangkan dari situasi.

Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967) menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai (Yukl, 2005:251). Fiedler menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol rendah dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol moderat.

Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.

Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.

Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).

System kepemimpinan dibagi menjadi 3 dimensi:

Hubungan pemimpin-pengikut
Pemimpin akan mempunyai lebih banyak kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan anggota-anggotanya, artinya kalau ia disenangi, dihormati dan dipercaya.

Struktur tugas
Bahwa penugasan yang terstruktur baik, jelas, eksplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh dari pada kalau penugasaan itu kabur, tidak jelas dan tidak terstruktur.

Posisi kekuasaan
Pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia memberi hukuman, mengangkat dan memecat, dari pada kalau ia memiliki kedudukan seperti itu.

Teori kepemimpinan dari konsep path goal theory


Path Goal theory (teori jalur tujuan) dari kepemimpinan telah dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahannya. Teori ini pertama kali diungkapkan oleh Evans (1970) dan House (1971). House (1971) memformulasikan teori ini dengan versi yang lebih teliti dengan menyertakan variabel situasional. Teori tersebut semakin dimurnikan oleh beberapa penulis seperti Evans (1974); House dan Dessler (1974); House dan Mitchell (1974); dan House (1996).

Konsep Path Goal Theory of Leadership


Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ivancevich, dkk, 2007:205).

Dasar dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan (contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.

Perkembangan awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang pemimpin meliputi direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja, penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan antara usaha, kinerja, imbalan.

Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi

SUMBER :

P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta :Balai Pustaka.
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia
Purwanto, D. 2006. Komunikasi Bisnis. Jakarta: PENERBIT ERLANGGA

Kartini Kartono. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Grafindo Persada

Sabtu, 07 November 2015

LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN)



Kepemimpinan menurut (Ajeng,2015) sikap seseorang dalam menangani banyak kepala untuk mencapai tujuan yang sama.


KEPEMIMPINAN MENURUT PARA TOKOH :


  1. F. I. Munson, Kepemimpinan merupakan kemampuan agar dapat mengatasi orang-orang sehingga mencapai hasil yang maksimal dengan kemungkinan gesekan adalah yang terkecil dan pembentukan kemungkinan terbesar dari kerjasama.
  2. F. A. Nigro (1965), Kepemimpinan untuk mempengaruhi aktifitas orang lain.
  3. Ordway Tead (1929), Kepemimpinan sebagai temperamen merger yang membuat seseorang mungkin dapat mendorong beberapa orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan.
  4. Kartini Kartono (1994), Kepemimpinan adalah karakter khas, khususnya, mengambil situasi tertentu. Karena kelompok melakukan kegiatan tertentu dan memiliki tujuan dan berbagai peralatan khusus. Pemimpin kelompok dengan fitur karakteristik adalah fungsi dari situasi tertentu.
  5. William G. Scott (1962), Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan yang diselenggarakan dalam kelompok dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
  6. Hemhill dan Coon (1995), Kepemimpinan adalah sikap individu yang memimpin berbagai kegiatan kelompok terhadap tujuan yang akan dicapai bersama-sama.
  7.  Rauch dan Behling (1984), Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas kelompok yang terorganisir terhadap pencapaian tujuan.
  8. Weschler dan Massarik (1961), Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam situasi tertentu, dan diarahkan melalui proses komunikasi, untuk mencapai tujuan tertentu atau lebih.
  9.  P. Pigors (1935), Kepemimpinan adalah proses mendorong dan mendorong melalui interaksi yang berhasil dari perbedaan individu, pengendalian kekuatan seseorang dalam mengejar tujuan bersama.
  10. George R. Terry, Kepemimpinan merupakan hubungan yang ada dalam seseorang atau pemimpin dan pengaruh yang lain untuk mau bekerja secara sadar dalam kaitannya dengan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan

Menurut French dan Raven (Gary A Yukl, 1994) mengidentifikasi ada lima bentukkekuasaan yang dirasakan mungkin dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu :
  1. Kekuasaan ganjaran yaitu suatu kekuasan yang diadasarkan atas pemberian harapan, pujian,penghargan atau pendapatan bagi terpenuhinya permintaan seseorang pemimpinterhadap bawahannya

  1. Kekuasaan paksaan yaitu suatu kekuasaan yang didasarkan atas rasa takut, seorang pengikut merasabahwa kegagalan memenuhi permintaan seorang pemimpin dapat menyebabkandijatuhkannya sesuatu bentuk hukuman.

  1. Kekuasaan legal yaitu suatu kekuasaan yang diperoleh secara sah karena posisi seseorang dalamkelompok atau hirarhi keorganisasian.

  1. Kekuasaan keahlian yaitu kekuasasan yang didasarkan atas ketrampilan khusus, keahlian ataupengetahuan yang dimiliki oleh pemimpin dimana para pengikutnya menganggapbahwa orang itu mempunyai keahlian yang relevan dan yakin keahliannya itumelebihi keahlian mereka sendiri.

  1. Kekuasaan acuan yaitu suatu kekuasaan yang diasarkan atas daya tarik seseorang, seorang pemimpindikagumi oleh pra pengikutnya karena memiliki suatu ciri khas, bentuk kekuasaan inisecara populer dinamakan kharisma. Pemimpin yang memiliki daya kharisma yangtinggi dapat meningkatkan semangat dan menarik pengikutnya untuk melakukansesuatu, pemimpin yang demikian tidak hanya diterima secara mutlak namun diikutisepenuhnya.Kelima kekuasaan tersebut oleh John M Ivancevuch dan Michhael T Matteson(1987) dibagi dalm dua katogeri utama yaitu organisasi dan pribadi. Kekuasaanganjaran dan kekuasaan dan kekuasaan paksaan terutama ditentukan olehorganisasi, kedudukan dan kelompok-kelompok resmi. Kekuasaan legitimasi.
Seseorang dapat diubah dengan perpindahan orang, penataan kembali jobdiscription atau pengurangan kekuasaan melalui restrukturisasi organisasi.Sedangkan kekuasan keahlian dan kekuasaan referensi sangat pribadi, kekuasantersebut merupakan hasil dari keahlian individu.

REFERENSI
http://www.gurupendidikan.com/21-definisi-kepemimpinan-menurut-para-ahli/ 
http://www.academia.edu/3771258/31010-10-362690505737

Sabtu, 31 Oktober 2015

KEKUASAAN

PENGERTIAN KEKUASAAN

Kekuasaan menurut Rassel

Kekuasaan itu sebagai sesuatu produksi dari akibat yang diinginkan. Kekuasaan menurut penulis (Ajeng Tyastia Shinta) kekuatan untuk menggunakan kekuatan kekuasaan dan mempengaruhi sekeliling sebagai proses untuk mencapai tujuan yang jelas.

Sumber – sumber Kekuasaan 

1.       Kekuasaan bersumber pada kedudukan
      Seorang pemimpin dapat berkuasa pada suatu kedudukan yang dipimpinnya. Kekuasaan ini biasanya dipilih oleh beberapa kumpulan masyarakat yang sependapat atau memiliki tipe pemimpin yang sama antar satu dengan lainnya. Kekuasaan ini terdapat pada suatu negara yang dipimpin oleh seorang pemimpin. Pemimpin tersebut dapat menguasai negara itu dan dapat pula (lengser) turun dari jabatannya karena ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem kepemimpinannya.

2.       Kekuasaan formal atau legal
Kekuasan mungkin ada yang formal dan legal. Kekuasaan yang formal diputuskan berdasarkan keputusan bersama. Misalkan dalam suatu forum yang terstuktur, didalam forum tersebut terdapat ketua. Dan ketua tersebut memiliki kedudukan dalam mengatur sistem kerja atau bagaimana tujuan forum tersebut dikemudian hari dan dalam persetujuan seisi forum tersebut.
Kekuasan legal disini bisa dicontohkan dalam kekuasaan presiden dalam suatu negara. Indonesia yang menyandang sebagai negara Republik memiliki sistem kepresidenan yang dipilih oleh rakyatnya. Presiden tersebut dipilih dan diberhentikan sesuai dengan keputusan rakyat dan melalui undang-undang yang dibentuk.

3.       Kekuasaan atas sumber dan ajaran
Kekuasaan atas sumber dan ajaran kita ambil contoh dalam keagamaan. Dalam suatu agama biasanya memiliki imam/pendeta/biksu dalam agama-agama yang ada di Indonesia. Mereka berkuasa untuk mengarahkan pengikutnya berdasarkan kitab-kitab terdahulu.

Berasal dari sifat-sifat pribadi.


a.       Keahlian atau keterampilan (French & Raven 1959)

Contohnya pasien-pasien di rumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin karena dokterlah yang dianggap sebagai ahli untuk menyembuhkan penyakitnya.

b.      Persahabatan atau kesetiaan (French & Raven 1959)

Sifat dapat bergaul, setia kawan atau setia kepada kelompok dapat merupakan sumber kekuasaan sehingga seseorang dianggap sebagai pemimpin. Contohnya pemimpin yayasan panti asuhan dipilih karena memiliki sifat seperti Ibu Theresa.

c.       Karisma (House,1977)

Ciri kepribadian yang menyebabkan timbulnya kewibawaan pribadi dari pemimpin juga merupakan salah satu sumber kekuasaan dalam proses kepemimpinan.
referensi : https://oktavya.wordpress.com/2010/11/29/sumber-kekuasaan/


Jumat, 23 Oktober 2015

Mempengaruhi Orang Lain

            Setelah mengetahui beberapa definisi pengaruhh dan perubahan perilaku saya akan mencoba untuk mengulas bagaimana mempengaruhi orang lain dalam psikologi manajemen..

         Mempengaruhi orang lain bukan hal yang mudah bagi individu yang kurang pandai dalam menyampaikan secara detail tentang suatu produk atau jasa. Namun, mempengaruhi orang bisa kita pelajari , oke saya akan membahasnya dengan bahasa yang simpel disini 

1. Kenali karakteristik
            Dengan kita mengenal baik karakteristik orang yang akan kita pengaruhi maka akan terbuka kemungkinan orang tersebut akan terpengaruh dengan apa yang kita akan sampaikan. Misalnya, kita akan menawarkan produk mainan kepada anak-anak. Mimik wajah kita harus ceria,bahasa yang mudah dimengerti anak dan dengan intonasi yang naik turun menyerupai anak-anak. Bayangkan saja jika kita akan menawarkan produk ke anak-anak namun memakai bahasa baku seperti salles yang sedang menjajalkan produknya kepada kepala cabang suatu bank, bukannya produknya laku terjual bisa jadi anak-anak lari ketakutan atau bahkan tertidur pulas.

2. Mempengaruhi dengan hati
            Ketika kita ingin mempengaruhi seseorang lakukanlah dengan hati. Maksudnya adalah setelah mengenali karakteristik orang yang akan kita pengaruhi, lambat laun orang akan merasa nyaman dengan kita dan akan mencoba untuk percaya juga terhadap kita. Maka akan semakin mudah orang tersebut tertarik pada apa yang akan kita tawarkan.

3. Jalin komunikasi yang baik
            Setelah percaya dengan apa yang kita tawarkan maka orang tersebut perlu diberi komunikasi yang baik, seperti diberi tahu ada tawara menarik, memberi hadiah sebagai tanda terima kasih dan tetap menjadi pelayan atau penjual yang baik.



Senin, 19 Oktober 2015

Mempengaruhi Perilaku

1. Pengertian pengaruh menurut para ahli


a. Wiryanto
Pengaruh merupakan tokoh formal mauoun informal di dalam masyarakat, mempunyai ciri lebih kosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding pihak yang dipengaruhi
b. Norman Barry
Pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang jika seorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya
c. Uwe Becker
Pengaruh adalah kemampuan yang terus berkembang yang – berbeda dengan kekuasaan – tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan kepentingan
d. Robert Dahl
A mempunyai pengaruh atas B sejauh ia dapat menyebabkan B untuk berbuat sesuatu yang sebenarnya tidak akan B lakukan
e. Bertram Johannes Otto Schrieke
Pengaruh merupakan bentuk dari kekuasaan yang tidak dapat diukur kepastiannya
f. Jon Miller
Pengaruh merupakan komoditi berharga dalam dunia politik Indonesia
g. (Husein Umar,2003) 

Pengaruh adalah pernyataan suatu hubungan yang sudah mempunyai arah. jadi bila kita menatakan variabel B dipengarhi oleh variabel A, kita mengatakan arah hubungan itu dari A ke B bukan B ke A. Artinya, pengaruh adalah salah satu bentuk hubungan yang simetris . Oleh karena itu, pada konsep pengaruh , arah hubungan perlu ditetapkan. 

2. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan perilaku

A. Faktor Internal

Tingkah laku manusia adalah corak kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor intern yang dimaksud antara lain jenis ras/keturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan intelegensia. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci seperti di bawah ini.
1) Jenis Ras/ Keturunan
Setiap ras yang ada di dunia memperlihatkan tingkah laku yang khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap ras, karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri perilaku ras Negroid antara lain bertemperamen keras, tahan menderita, menonjol dalam kegiatan olah raga. Ras Mongolid mempunyai ciri ramah, senang bergotong royong, agak tertutup/pemalu dan sering mengadakan upacara ritual. Demikian pula beberapa ras lain memiliki ciri perilaku yang berbeda pula.

2) Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain cara berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkikan karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderug berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional.

3) Sifat Fisik
Kretschmer Sheldon membuat tipologi perilaku seseorang berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang pendek, bulat, gendut, wajah berlemak adalah tipe piknis. Orang dengan ciri demikian dikatakan senang bergaul, humoris, ramah dan banyak teman.

4) Kepribadian
Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsang baik yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya, sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian tersebut, kepribadian seseorang jelas sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-harinya.

5) Intelegensia
Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Bertitik tolak dari pengertian tersebut, tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh intelegensia. Tingkah laku yang dipengaruhi oleh intelegensia adalah tingkah laku intelegen di mana seseorang dapat bertindak secara cepat, tepat, dan mudah terutama dalam mengambil keputusan

6) Bakat
Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus, misalnya berupa kemampuan memainkan musik, melukis, olah raga, dan sebagainya

B. Faktor Eksternal

1) Pendidikan
Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang yang berpendidikan rendah.

2) Agama
Agama akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai yang diajarkan oleh agama yang diyakininya.

3) Kebudayaan
Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau peradaban manusia. Tingkah laku seseorang dalam kebudayaan tertentu akan berbeda dengan orang yang hidup pada kebudayaan lainnya, misalnya tingkah laku orang Jawa dengan tingkah laku orang Papua.

4) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh untuk mengubah sifat dan perilaku individu karena lingkungan itu dapat merupakan lawan atau tantangan bagi individu untuk mengatasinya. Individu terus berusaha menaklukkan lingkungan sehingga menjadi jinak dan dapat dikuasainya.

5) Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi perilaku seseorang.

SUMBER :

Kariyoso. 1994. Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat. Jakarta: Penerbit EGC

Kusmiati, Sri. 1990. Dasar-dasar Perilaku. Jakarta: Penerbit Depkes RI

Purwanto, Heri. 1999. Pengantar Perilaku Manusia, Untuk Keperawatan

http://syakira-blog.blogspot.co.id/2008/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html 

https://books.google.co.id/books?id=ihn8T5S8HaQC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false